Tinggal di Eropa punya ketertarikan sendiri untuk gue, semua cultures, bahasa, suasana, dan semua kelebihannya. Terlebih disini culture lebih mempunyai peran lebih besar dari agama. Gue sendiri mempunyai agama dan gak terlalu membahas tentang hal sensitif tersebut. Namun, dengan berjalannya waktu gue tinggal disini, gue baru menganalisi bahwa teori tentang “Lingkungan berperan besar dengan cara berfikir” itu benar adanya. Bisa dibilang gue bukan orang yang terlalu religius, but i try to be. Tapi disini, gue merasa bahwa tanpa adanya agama pun mereka hidup dengan harmonis dan mempunyai respect kepada orang lain. And on the other side, gue melirik negara gue yang begitu baik memang culturenya, terkenal murah senyum atau gotong royong, tapi tidak untuk lingkungan sosialnya terutama antar umat beragama. Balik lagi, menurut gue bagi orang beragama yang gak terlalu kuat imannya, lambat laun gak akan survive dengan title “umat beragama” disini. Apalagi kalau mempunyai agama yang melarang alkohol, babi, dsb. Pun, bagi agama yang tidak melarang hal tsb bisa menjadi “murtad”. Ditempat gue tinggal sekarang (Prancis), ada beberapa substansi yang melarang pemakaian atribut beragama. Mereka pun gak menyediakan ruangan beribadah untuk umat beragama. Oleh karena itu umat beragama dibuat repot untuk melaksanakan ibadah diwaktu yang seharusnya. Saat gue main ke Italy, gue dan teman gue ngunjungin salah satu perkuburan terkenal di dekat Milan, waktu itu dia cerita tentang neneknya yang beragama serta orang tuanya. Lantas gue tanya “so whats your belief then?”. “I believe in destiny” Kata dia. Pernyataan tersebut menginterpretasikan gue kalau saat ini gue bukan lagi menampakan kaki di Tanah Air. Semua ideologi tentang agama disini bukan sebuah penunjang hidup atau sesuatu yang harus kita punya untuk membuat kartu identitas. Disini juga, semua orang berhak mengexplore hal hal yang mereka ingin explore tanpa tekanan dari lingkungan. Semua pro dan kontra tentang itu menempel di otak gue hingga sekarang. Secara pribadi, gue pun bukan orang yang memikirkan “Kenapasih ada agama?” atau “Agama itu sebenernya gunanya apa sih?” karena gue tumbuh dan besar dalam lingkungan beragama yang seimbang, maksudnya, orang tua gue atau teman teman gue yang berbeda agama bukan orang-orang yang membuat gue harus bertanya tentang hal tsb.
Lalu beberapa waktu lalu gue sempat ngobrol sama temen gue tentang hal ini dan dia bilang, “Gue juga beragama karena gue tinggal di Indonesia”. Pernyataan tsb juga membuat gue bertanya “oh iya, jadi umat bergama di Indonesia itu karena mereka memilih untuk beragama atau hanya keturunan? atau hanya sebuah persyaratan menjadi warga Indonesia seutuhnya?”. Kalau boleh gue beropini Indonesia itu adalah negara tabu dan sangat konservatif. Anak remaja di”persekusi” dalam lingkungan sosial karena melakukan seks diluar nikah. Tapi apa Remaja di Indonesia diberi edukasi seksual secara signifikan sejak dini? Gue merasa lingkungan sosial di Indonesia selalu bermain victim tanpa adanya pandangan komprehensif dari orang kedua atau pun ketiga. Seakan-akan mereka bersikap apatis dan antusias memberi sokongan untuk memberi “hukuman” saat hal tersebut sudah terjadi. Nyatanya, semua wujud dan topik edukasi adalah hak anak dan wajib untuk kami terima. Anak-anak/Remaja millennial diberi label “addicted to gadget”. Menurut gue pribadi, gak ada salahnya untuk mereka bermain gadget apalagi kalau hal itu memberikan mereka kebebasan berkreasi atau informasi. Karenanya pun, gak semua konten didalam dunia maya itu hal negatif. Balik lagi, apakah anak2 dan remaja sudah diberi konten yang appropriate untuk umurnya? Fenomenanya, kebanyakan konten dari internet adalah berbau hoax dan mengundang perpecahan antara SARA. Atau pun, berbau gossip dan bermain victim sehingga memicu comment-comment yang tidak berbasiskan pengetahuan dan kebencian. Sayangnya, hal tsb sudah mendarah daging di konten-konten social media di Indonesia membuat gue miris dan kasihan sama anak-anak yang harus melihat konten tersebut. Bagaimanapun juga semuanya berawal dari pendidikan, cara berfikir orang akan berubah sesuai dengan lingkungannya. Bayangin kalau indonesia sudah menjadi negara maju sekarang karena masyarakatnya mempunyai pendidikan dan cara berfikir yang luas tanpa tabu dan memikirkan orang lain. Mungkin itu adalah alasan relevan mengapa pendidikan Indonesia masih pada tahap berusaha memanjat tebing.
However, gue akan selalu cinta Indonesia dan menjadi bagiannya selalu.
Lalu beberapa waktu lalu gue sempat ngobrol sama temen gue tentang hal ini dan dia bilang, “Gue juga beragama karena gue tinggal di Indonesia”. Pernyataan tsb juga membuat gue bertanya “oh iya, jadi umat bergama di Indonesia itu karena mereka memilih untuk beragama atau hanya keturunan? atau hanya sebuah persyaratan menjadi warga Indonesia seutuhnya?”. Kalau boleh gue beropini Indonesia itu adalah negara tabu dan sangat konservatif. Anak remaja di”persekusi” dalam lingkungan sosial karena melakukan seks diluar nikah. Tapi apa Remaja di Indonesia diberi edukasi seksual secara signifikan sejak dini? Gue merasa lingkungan sosial di Indonesia selalu bermain victim tanpa adanya pandangan komprehensif dari orang kedua atau pun ketiga. Seakan-akan mereka bersikap apatis dan antusias memberi sokongan untuk memberi “hukuman” saat hal tersebut sudah terjadi. Nyatanya, semua wujud dan topik edukasi adalah hak anak dan wajib untuk kami terima. Anak-anak/Remaja millennial diberi label “addicted to gadget”. Menurut gue pribadi, gak ada salahnya untuk mereka bermain gadget apalagi kalau hal itu memberikan mereka kebebasan berkreasi atau informasi. Karenanya pun, gak semua konten didalam dunia maya itu hal negatif. Balik lagi, apakah anak2 dan remaja sudah diberi konten yang appropriate untuk umurnya? Fenomenanya, kebanyakan konten dari internet adalah berbau hoax dan mengundang perpecahan antara SARA. Atau pun, berbau gossip dan bermain victim sehingga memicu comment-comment yang tidak berbasiskan pengetahuan dan kebencian. Sayangnya, hal tsb sudah mendarah daging di konten-konten social media di Indonesia membuat gue miris dan kasihan sama anak-anak yang harus melihat konten tersebut. Bagaimanapun juga semuanya berawal dari pendidikan, cara berfikir orang akan berubah sesuai dengan lingkungannya. Bayangin kalau indonesia sudah menjadi negara maju sekarang karena masyarakatnya mempunyai pendidikan dan cara berfikir yang luas tanpa tabu dan memikirkan orang lain. Mungkin itu adalah alasan relevan mengapa pendidikan Indonesia masih pada tahap berusaha memanjat tebing.
However, gue akan selalu cinta Indonesia dan menjadi bagiannya selalu.